Tidak ada yang lebih penting dalam pergaulan umat manusia di dunia ini selain komunikasi yang bertujuan untuk menyampaikan suatu pikiran, gagasan atau ide, atau pesan dari seseorang kepada orang lain. Kita berkewajiban untuk mengupayakan segala cara untuk menggunakan semua alat yang ada agar penyuluhan menjadi efektif. media penyuluhan ini adalah salahsatu media visual yang memaparkan penyuluhan pada komoditi bidang pertanian, perikanan dan kehutanan.

Batas Waktu (Mulai) dan Tempat Penyembelihan Kurban (1)

DIOLUHTAN-suluhtani. Menyembelih hewan qurban merupakan ibadah ritual, bukan semata-mata mengupayakan mendapatkan bahan pangan.
Kalau kita sudah bicara tentang konsep ibadah ritual, maka ada tata cara laksana yang bersifat sakral, yang ditetapkan oleh Asy Syari’ yaitu Allah Subhanahu Wa Ta’ala sebagai Tuhan yang menetapkan ketentuan syariah.
Salah satu bentuk ritual dalam penyembelihan hewan udhiyah adalah waktu pelaksanaan yang tentunya telah diatur oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala hanya pada waktu tertentu. Konsekuensinya, bila dilakukan pada waktu yang sesuai dengan ketetapan Allah Subhanahu Wa Ta’ala, maka sembelihan itu hukumnya sah dan diterima di sisi-Nya.
Sebaliknya, bila penyembelihan itu dilakukan di luar waktu yang telah ditentukan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala, hukumnya tidak sah dan tidak diterima di sisi Allah Subhanahu Wa Ta’ala, serta tidak bisa dijadikan ibadah qurban.
A. Batas Waktu Mulai
Umumnya para ulama menyebutkan batas waktu untuk mulai melakukan penyembelihan hewan udhiyah adalah setelah ditunaikannya shalat Idul Adha dan khutbahnya.
Namun ada pendapat yang menyebutkan bahwa asalkan shalat sudah ditunaikan, tidak perlu menunggu selesainya khutbah pun dibolehkan, karena khutbah itu bukan bagian rukun shalat. Dan buat penduduk badiyah yang tidak mengerjakan shalat Idul Adha, mereka sudah boleh menyembelih sejak terbit fajar.
1. Setelah Shalat dan Khutbah
Batas awal dimulainya penyembelihan udhiyah adalah seusainya shalat ‘Idul Adha pada tanggal 10 Dulhijjah.
Dasarnya adalah hadits berikut ini:
Dari Al Barra bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda,”Awal pekerjaan kita di hari ini (‘‘Idul Adh-ha) adalah shalat kemudian pulang dan menyembelih hewan. Siapa yang melakukannya seperti itu makasudah seusai dengan sunnah kami dan siapa yang menyembelih sebelum shalat, maka menjadi daging yang diberikan kepada keluarganya bukan termasuk ibadah ritual.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits ini diperkuat dengan hadits lainnya:
Abu Bardah ra berkata bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam berkhutbah pada hari Nahr,”Orang yang shalat sebagaimana shalat kami dan menghadap kiblat kami dan menyembelih sembelihan kami, maka janganlah menyembelih hingga setelah shalat.” (HR. An-Nasai dan Ibnu Hibban).
Juga dengan hadits lainnya:
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda,”Siapa yang menyembelih sebelum shalat (‘‘Id), maka dia menyembelih untuk dirinya sendiri. Dan siapa yang menyembelih setelah shalat dan dua khutbah, maka dia telah menyempurnakan sembelihannya dan sesuai dengan sunnah muslimin.” (HR. Bukhari dan Muslim).
2. Setelah Shalat Sebelum Khutbah
Dalam mazhab Al Hanafiyah ada kebolehan untuk menyembelih hewan udhiyah seusai menjalankan shalat ‘Idul Adha, meski pun sebelum disampaikannya khutbah.
Sedangkan mereka yang tinggal di padang pasir, dimana tidak disyariatkan untuk mengerjakan shalat ‘Id, dibolehkan untuk menyembelih begitu matahari terbit.
3. Penduduk Badiyah
Sedangkan untuk penduduk Badiyah (orang Baduwi), waktu untuk menyembelih hewan udhiyah dimulai sejak terbit fajar, mengingat bahwa di tengah masyarakat mereka tidak disyariatkan untuk mengerjakan shalat ‘Id.
Di masa Nabi dahulu, ada sebagian orang yang memeluk agama Islam namun menjadi penduduk badiyah ( أھل البادیة ). Istilah penduduk badiyah di masa itu merujuk kepada penduduk yang tinggal secara nomaden (berpindah-pindah) di tengah padang pasir dengan menggunakan tenda-tenda seadanya, dimana umumnya mereka hidup secara berkelompok.
Lawan kata badiyah ini adalah hadhirah ( الحاضرة ), yaitu peradaban, dimana masyarakat hidup normal di suatu perkampungan, kota atau negara.
Badiyah juga berhubungan erat dengan istilah Baduwi. Penduduk yang hidup di badiyah ini disebut dengan istilah Baduwi.

Selain tidak disyariatkan untuk mengerjakan shalat ‘Id, baik Idul Adha atau Idul Fithr, di tengah lokasi mereka tinggal juga tidak disyariatkan untuk mengerjakan shalat Jumat. Kecuali bila mereka masuk ke tengah peradaban, desa atau kota, barulah mereka boleh ikut Shalat Jumat atau Shalat dua hari raya.

BACA JUGA : Batas Waktu Terakhir dan Batas Waktu memakan Daging serta Tempat Penyembelihan Kurban
Sumber: Risalah Qurban Rumah Fiqih Indonesia
Previous
Next Post »
Post a Comment
Thanks for your comment